Selasa, 04 Januari 2011

AKANKAH KEBAIKAN BERBUAH KEBAIKAN PULA ?

Akankah kebaikan berbuah kebaikan pula ( Bag. 1 ) ?

Entah, aku belum bisa mendapat jawaban absolut antara iya dan tidak. Seorang sahabat, pernah mempertanyakan  itu disela derai airmatanya yang tanpa raungan. Dia terluka, sangat terluka oleh keadaan-oleh kenyataan. Namun dia mempertanyakan pertanyaan itu tanpa raungan atau sedu sedan, hanya sekedar deraian airmata yang kunilai alamiah mengiring sebuah penggugatan atas keadaan yang menurutnya jauh dari adil. Dan aku, tak bisa mengajukan jawaban pasti antara iya dan tidak atas pertanyaannya, sedalam apapun dia terluka ketika mempertanyakannya.

Lalu apakah dan siapakah yang bisa menjadi adil hakiki didunia ini ? Mungkin, sahabatku mempertanyakan tentang 'akankah kebaikan berbuah kebaikan pula', tidak semata-mata mesti aku yang menjawabnya. Pertanyaan itu mungkin lebih untuk menunjukan penggugatannya atas keadaan. Dia merasa telah diperlakukan tidak adil oleh keadaan. Bagaimana tidak, dia terlahir dari keluarga yang tidak bahagia. Ayahnya seorang egois yang semasa dia kecil gemar sekali memukuli ibunya. Dia tidak tumbuh dalam kasih sayang seorang ayah, dia tidak meneladani figur seorang ayah, karena sang ayah hanyalah seorang egois yang sering kali menyakiti ( tak hanya istrinya, tapi banyak orang lain yang pernah bersentuhan dengannya ). Herannya, tanpa teladan kebaikan dari sang ayah, dia tumbuh tidak menjadi 'apel jatuh tidak jauh dari pohonnya'. Dia menjadi seseorang yang bercermin, bahwa disakiti itu menyakitkan. Dan sahabat saya itupun, berusaha menjadi orang baik, semampu yang dia bisa. Walau kebaikan tak punya takaran pasti, tapi setidaknya dia berusaha untuk seminim mungkin melakukan interaksi menyakitkan bagi orang-orang disekitarnya.

Lantas untuk apa dia masih mempertanyakan akankah kebaikan berbuah kebaikan pula ? Apakah dia sedang melakukan 'proyek kebaikan tanpa keikhlasan' ? Ataukah dia mengharapkan balas jasa atas kebaikannya ?

Aku bisa mengajukan jawaban pasti untuk pertanyaan diatas, adalah tidak. Sahabatku itu, sama sekali tak mengharapkan imbalan balas jasa, sekalipun dalam serba keterbatasannya, dia masih memiliki cukup ruang berbuat kebajikan bagi sesama. Pertanyaannya hanyalah sebuah penggugatan. Bukan penggugatan atas imbalan, tapi penggugatan atas kenapa dia harus dijahati sekalipun dia tidak menjahati ? Haruskah dia disakiti setelah dia melakukan yang terbaik untuk tidak menyakiti ? Dan adilkah bila dia harus dikhianati oleh orang-orang yang telah dengan ikhlas hati ditolongnya.

Bagaimana dia tidak menggugat, dia dijatuhkan-dikhianati-disakiti oleh orang - orang yang menjadi obyek kebaikannya. Kasus terbaru yang dihadapinya, dia dihancurkan oleh sahabatnya sendiri nyaris dua tahun lalu dan sampai hari ini dia masih tertatih-tatih untuk kembali memungut dan menyusun ulang serpihan hatinya yang sempat porak-poranda.

Bila membahas kisah sahabatku ini, tak ubahnya seperti mengorek dongeng antah berantah tentang putri yang teraniaya. Bedanya, kalau dalam dongeng-dongeng akhir ceritanya bisa ditebak bahagia, kalau dalam cerita nyata sahabatku ini endingnya masih kabur entah akan seperti apa. Wong sekarang saja dia masih menggapai-gapai, meraba-raba tujuan selanjutnya. Dan persamaannya dengan dongeng ialah, kedua cerita ini hanya lisan tanpa kenyataan.

Lisan tanpa kenyataan ? Bohongkah sahabatku ini ? Yup, mungkin kisah kesengsaraan dia itu bagi aku pribadi  terlampau jauh dicapai nalar. Nggak masuk di akal, susah diterima logika. 

Yah, untuk aku sih, sebagai orang yang mengenal sahabatku sangat lama, aku hanya bisa meluangkan ruang yang cukup untuk mempercayai dia, bukan ceritanya. Toh, aku yakin diapun tidak diuntungkan atas kebohongannya. Dan aku tahu, kalau dia perempuan cerdas yang malas untuk membuang waktu dalam sesuatu yang tak ada manfaatnya. Jadi aku putuskan untuk mempercayai dia, walau ceritanya masih belum bisa diterima logika. Karena aku percaya, kalau dia tidak akan buang-buang tenaga berbohong, bila dia tidak diuntungkan karenanya.

Memang sulit untuk diterima logika bila kenyataan harus disinggungkan dengan sesuatu yang bersifat mistik. Pertama mendengarnya, akupun geleng-geleng kepala tak percaya. Benarkah guna-guna itu ada ?

=====> Selanjutnya aku akan membeberkan kisah lengkapnya dalam posting berikutnya. Have a nice day everyone...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar