Sabtu, 15 Januari 2011

AKANKAH KEBAIKAN BERBUAH KEBAIKAN PULA ? (Bag.3 )

"Ingat dengan petuah orangtua kita semenjak kita kecil dulu, Neng !" Aku mengingatkan kembali sahabatku pada kata 'jodo-pati-cilaka kersaning Mantenna' ( jodoh-ajal-celaka adalah kekuasaan Tuhan ), petuah orang tua kami dulu untuk mengajarkan kami keturunannya tabah dan tawakal menghadapi takdir hidup. "Kita harus mengimani itu, baru kita bisa ikhlas menerima kenyataan hidup kita. Aku yakin apa yang menimpa kamu atas kehendak Dia pula, mungkin ada rencana Tuhan disebalik semua itu."

"Yang menimpaku atas kehendak Dia pula ?" Sahabatku tersenyum getir. "Jadi dengan kata lain Tuhan merestui sebuah kedhaliman dan berpihak pada si tukang guna-guna itu ? Dan tidak berpihak padaku, membiarkanku terlantar dan teraniaya ? Kalau aturannya seperti itu, untuk apa aku menjadi orang baik ? Bukankah lebih baik bila aku menjadi orang jahat saja agar Tuhan berpihak padaku ?" Matanya nyalang, memercik kemarahan yang penuh penggugatan.

Sejenak aku diam, dan hanya bisa menatap kasihan. Entah dengan cara apalagi aku bisa mengikis luka batinnya. Ternyata, melukai seseorang itu sangat mudah, hanya dalam satu jentikan jari saja. Tapi menyembuhkan luka itu, tak pernah ada jalan yang mudah. Mungkin waktu sekalipun, tak akan pernah memperoleh kemudahan dalam memproses kesembuhannya.

"What goes around will comes around, Neng." Lanjutku. "Karma itu pasti ada. Setiap perbuatan, apalagi perbuatan jahat, cepat atau lambat akan balik kembali pada yang berbuat. Mungkin saat ini, Dia membiarkan temanmu itu dengan kesengajaan, untuk melihat sampai dimana kejahatannya. Tapi percayalah, akan ada waktunya kejahatan itu kembali kepemiliknya. Sebesar apa temanmu itu mampu untuk berbuat jahat, sebesar itu pula kejahatannya akan kembali."

Untuk beberapa bulan lamanya, sahabatku tenggelam dalam perang bathinnya sendiri. Sampai kemudian dia mulai ikhlas menerima kenyataan. Dia sadar bahwa kalau dia terus menerus terbenam dalam dendam dan sakit hati, apa bedanya dia dengan mantan temannya itu ? Yang membuang banyak waktu dan energi untuk membenci, bukannya memanfaatkan waktu untuk membenahi diri sendiri. Akhirnya, sahabatku itu meneruskan kembali langkah-langkahnya yang sempat terhenti. Saat ini dia telah memiliki kekasih yang menurutku tak kalah kualitas secara sosial dan finansial dari mantannya.

Aku bahagia melihat sahabatku menemukan kembali kebahagiaannya. Bukankah itu arti seorang sahabat ? Berbahagia melihat sahabatnya bahagia, bersedih melihat sahabatnya sedih. Bila berlaku dengan pola kebalikannya, bahagia melihat sahabatnya bersedih, bersedih melihat sahabatnya bahagia, masih patutkah untuk disebut sahabat ? Mungkin, disebut sekedar teman saja tak pantas.

Namun masih ada yang membuatku penasaran dalam kisah sahabatku ini, yaitu keberadaan 'guna-guna' itu sendiri dalam kenyataan. Benarkah ada ataukah sekedar sugesti dan syak wasangka ? Berbekal rasa penasaran, akupun mulai kasak-kusuk sana-sini mencari informasi. Hasilnya, aku bertemu dengan teman SD ku yang sekarang telah menjanda. Dari dia aku mendapat bocoran yang lagi-lagi membuatku keningku berkerut tak mengerti.

"Kalau kamu butuh bantuan dukun, aku akan antarkan kamu ke dukun langgananku." Teman lamaku ini bersemangat sekali sewaktu aku berpura-pura mengatakan sedang butuh bantuan dukun untuk membalas sakit hati. "Dengan bantuan dukun itu, kamu bisa membalas sakit hati kamu. Sudah terbukti nyata !" Yakinnya setengah berpromosi.

"Sudah terbukti nyata ? Berarti kamu sudah pernah mempergunakan jasa dukun itu dong ?"

Iis mesam-mesem malu, "Hehe, iya. Habis aku sakit hati dengan mantan suamiku yang menceraikan aku gitu aja dan kawin lagi dengan janda tetangga. Jadi aku kerjain aja."

"Kerjain gimana maksudnya ?"

"Ya di kerjain, aku bikin dia sial dalam segala hal. Kamu lihat kan sekarang gimana kehidupan mantan suamiku. Usaha kelontongannya bangkrut, istri barunya juga kabur setelah dia tak lagi punya uang. Dia lontang-lantung nggak jelas seperti orang gila."

Keterangannya makin 'nggak mudeng' saja. Mungkin kesialan mantan suaminya hanyalah sebuah kebetulan yang terjadi setelah dia pergi kedukun. "Kamu ini naif banget sih Is, kenapa kamu katakan rahasia ini padaku ? Gimana kalau aku mulut ember ?"

"Aku bilang ini sama kamu, karena aku percaya sama kamu. Buktinya, semua rahasia masa kecil kita dulu tak pernah bocor ke siapa-siapa. Termasuk rahasia kalau akulah yang mencuri gohok di kebun pak Somad."

Akhirnya, diantar Iis akupun berangkat ke rumah dukun itu. Namun sampai disana, aku bingung harus bagaimana dan siapa orang yang akan 'kukerjai'. Karena kalaupun aku sering disakiti dan terhina, tapi apakah dengan menghancurkan hidup orang akan ada manfaatnya buatku selain hanya kepuasan hati sendiri melihat kehancuran orang lain ? Apakah bila orang telah 'terjatuh', lantas aku bisa menjadi kaya raya dan hidup bahagia ? Yang jelas tidak. Jadi untuk apa aku melakukan sebuah kesia-siaan hanya untuk memuaskan nafsu untuk menghancurkan orang lain ? Dan dengan terbata-bata didepan dukun itu, akupun mengatakan kalau maksud kedatanganku adalah untuk meminta bantuan demi kesuksesan bisnisku. Dan tentu saja, keteranganku ini membuat Iis yang duduk disebelahku terbengong-bengong, heladalah.

Namun dari sini, ada yang sangat menggelitik pikiranku. Aku melihat ada banyak foto berserak dibawah meja sesaji yang aku menduga itu adalah foto-foto orang-orang yang akan 'dikerjai'. Terlepas dari apakah ampuh ataukah tidak kinerja dukun ini, namun dari sekian banyak orang dalam foto tersebut, hanya segelintir saja yang mungkin pantas untuk 'dikerjai' karena kejahatannya. Sebagian besarnya, hanyalah orang-orang baik yang tak pantas menjadi 'korban' hawa nafsu sesamanya, seperti sahabatku. Dan aku yakin, setinggi apapun ilmu dukun atau paranormal itu, tak akan bisa memilah orang per orang mana yang patut atau tak patut untuk 'dikerjai'.

Hatiku teramat miris, dan mau tidak mau akupun mempertanyakan hal sama dengan yang dipertanyakan sahabatku, akankah kebaikan berbuah kebaikan pula ? Namun aku sangat percaya, ada hakim tertinggi atas semesta yang akan menjadi sang Adil penentu segalanya.

1 komentar: